Salah Satu Teknologi Di Bidang Kesehatan Yang Bermanfaat Untuk Meningkatkan Sistem Imun

Salah Satu Teknologi Di Bidang Kesehatan Yang Bermanfaat Untuk Meningkatkan Sistem Imun. Teknologi dalam bidang kesehatan saat ini berkembang secara cepat, terutama dalam bidang teknologi kedokteran medis. Namun, apakah ada teknologi yang secara khusus dapat meningkatkan sistem imun? Sebelum kita menjelaskan apa saja teknologi untuk meningkatkan sistem imun, kita fahami dulu apa itu sistem imun dan imunitasnya. 

Salah Satu Teknologi Di Bidang Kesehatan Yang Bermanfaat Untuk Meningkatkan Sistem Imun

Penjelasan Sistem Imun

Tubuh manusia memiliki suatu sistem pertahanan terhadap benda asing dan patogen yang disebut sebagai sistem imun. Respon imun timbul karena adanya reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya. Sistem imun terdiri atas sistem imun alamiah atau non spesifik (natural/innate/native) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired). Baik sistem imun non spesifik maupun spesifik memiliki peran masing-masing, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan namun sebenarnya ke dua sistem tersebut memiliki kerja sama yang erat.

Sistem Imun non Spesifik

Dalam mekanisme imunitas non spesifik memiliki sifat selalu siap dan memiliki respon langsung serta cepat terhadap adanya patogen pada individu yang sehat. Sistem imun ini bertindak sebagai lini pertama dalam menghadapi infeksi dan tidak perlu menerima pajanan sebelumnya, bersifat tidak spesifik karena tidak ditunjukkan terhadap patogen atau mikroba tertentu, telah ada dan berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan spesifitas dan mampu melindungi tubuh terhadap patogen yang potensial.1 Manifestasi respon imun alamiah dapat berupa kulit, epitel mukosa, selaput lendir, gerakan silia saluran nafas, batuk dan bersin, lisozim, IgA, pH asam lambung.

Pertahanan humoral non spesifik berupa komplemen, interferon, protein fase akut dan kolektin. Komplemen terdiri atas sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respon inflamasi. Komplemen juga berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis yang dapat menimbulkan lisis bakteri dan parasit. Tidak hanya komplemen, kolektin merupakan protein yang berfungsi sebagai opsonin yang dapat mengikat hidrat arang pada permukaan kuman.

Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi oleh makrofag yang diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus. Peningkatan kadar Creactive protein dalam darah dan Mannan Binding Lectin yang berperan untuk mengaktifkan komplemen terjadi saat mengalami infeksi akut.

Sel fagosit mononuklear dan polimorfonuklear serta sel Natural Killer dan sel mast berperan dalam sistem imun non spesifik selular.

Neutrofil, salah satu fagosit polimorfonuklear dengan granula azurophilic yang mengandung enzyme hidrolitik serta substansi bakterisidal seperti defensins dan katelicidin. Mononuklear fagosit yang berasal dari sel primordial dan beredar di sel darah tepi disebut sebagai monosit. Makrofag di sistem saraf pusat disebut sebagai sel mikroglia, saat berada di sinusoid hepar disebut sel Kupffer, di saluran pernafasan disebut makrofag alveolar dan di tulang disebut sebagai osteoklas.

Sel Natural Killer merupakan sel limfosit yang berfungsi dalam imunitas nonspesifik terhadap virus dan sel tumor. Sel mast berperan dalam reaksi alergi dan imunitas terhadap parasit dalam usus serta invasi bakteri.

Sistem Imun Spesifik

Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenali benda yang dianggap asing. Benda asing yang pertama kali muncul akan segera dikenali dan terjadi sensitisasi sel-sel sistem imun tersebut. Benda asing yang sama, bila terpajan ulang akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan. Respon sistem imun spesifik lebih lambat karena dibutuhkan sensitisasi oleh antigen namun memiliki perlindungan lebih baik terhadap antigen yang sama. Sistem imun ini diperankan oleh Limfosit B dan Limfosit T yang berasal dari sel progenitor limfoid.

Sistem imun spesifik humoral

Limfosit B atau sel B berperan dalam sistem imun spesifik humoral yang akan menghasilkan antibodi. Antibodi dapat ditemukan di serum darah, berasal dari sel B yang mengalami proliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma. Fungsi utama antibodi sebagai pertahanan terhadap infeksi ekstraselular, virus dan bakteri serta menetralisasi toksinnya. Sel B memiliki reseptor yang spesifik untuk tiap-tiap molekul antigen dan dapat dideteksi melalui metode tertentu melalui marker seperti CD19, CD21 dan MHC II.

Sistem imun spesifik selular Limfosit T berperan pada sistem imun spesifik selular. Pada orang dewasa, sel T dibentuk di sumsung tulang tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi di kelenjar timus. Persentase sel T yang matang dan meninggalkan timus untuk ke sirkulasi hanya 5-10%. Fungsi utama sistem imun spesifik selular adalah pertahanan terhadap bakteri intraselular, virus, jamur, parasit dan keganasan.

Sel T terdiri atas beberapa subset dengan fungsi yang berbeda-beda yaitu sel Th1, Th2, Tdth, CTL atau Tc, Th3 atau Ts atau sel Tr. CD4+ merupakan penanda bagi sel T helper dan CD8 merupakan penanda dari CTL yang terdapat pada membran protein sel.

Dalam dekade terakhir, berbagai teknologi baru telah muncul yang memungkinkan pembedahan komponen molekuler dan seluler dari sistem kekebalan pada tingkat kedalaman dan kompleksitas yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

Ketersediaan alat-alat baru ini sangat penting dalam pendekatan diagnostik untuk gangguan manusia pada sistem kekebalan tubuh. Sejumlah besar varian gen yang dapat berdampak pada pengembangan dan fungsi sistem kekebalan bertanggung jawab atas heterogenitas yang luar biasa dalam kemampuan sistem kekebalan individu untuk bereaksi terhadap tantangan antigenik. 

Paparan alami terhadap sejumlah besar antigen (termasuk patogen, tetapi juga flora komensal) memperkenalkan variabilitas tambahan, membuat studi fisiologi dan patologi sistem kekebalan tubuh menjadi sangat kompleks. Munculnya teknologi baru yang mungkin menantang tingkat kompleksitas ini menawarkan wawasan baru untuk mempelajari gangguan kekebalan tubuh manusia, dan terutama Primary Immune deficiencies  (PID).

Next generation sequencing (NGS) adalah pendekatan yang sangat kuat untuk mempelajari genom manusia dengan menggunakan seluruh exome atau seluruh urutan genom (WES, WGS). Sampai baru-baru ini, penemuan gen PID membutuhkan pengumpulan beberapa keluarga di mana individu yang terkena memiliki fenotipe yang sama. 

Analisis keterkaitan digunakan untuk menentukan wilayah genom yang mungkin dapat mencakup gen penyebab penyakit. Kloning posisi, atau dalam beberapa kasus pendekatan gen kandidat, kemudian digunakan untuk mengidentifikasi gen penyebab PID yang sebenarnya. Sebaliknya, teknik NGS memungkinkan anotasi terperinci dari varian genetik pada individu tunggal, dan bahkan memungkinkan identifikasi gen PID baru, bahkan melalui studi pasien tunggal atau keluarga. 

Salah Satu Teknologi Di Bidang Kesehatan Yang Bermanfaat Untuk Meningkatkan Sistem Imun
Tinjauan umum tentang penciptaan konektif struktural. (Foto : https://www.researchgate.net/)

Penggunaan alat bioinformatika yang terus diperbarui dan diberdayakan oleh temuan eksperimental, dapat membantu memprediksi gen dan jalur mana yang paling mungkin terpengaruh pada pasien dengan kesalahan kekebalan bawaan sejak lahir dengan fenotipe yang ditentukan. Connectome adalah salah satu alat yang telah menunjukkan janjinya. 

NGS juga dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang sangat terperinci tentang komposisi dan keragaman repertoar antigen sel T dan B. Dengan menggunakan pendekatan ini, kelainan spesifik komposisi dan keragaman repertoar reseptor antigen dapat diidentifikasi pada pasien dengan PID. Selain itu, menjadi mungkin untuk menyelidiki bagaimana paparan tantangan spesifik (vaksin) atau penggunaan pendekatan terapeutik (transplantasi sel induk, penekanan kekebalan, dll.) Dapat membentuk repertoar kekebalan pada pasien dengan PID. 

Digabungkan dengan kloning sel tunggal, studi tentang kekhususan reseptor sel B memungkinkan untuk mendefinisikan mekanisme yang menentukan autoimunitas dalam beberapa bentuk PID. Pada tingkat yang lebih global, studi tentang heterogenitas fenotipik populasi sel hematopoietik dan kekebalan telah ditingkatkan dengan munculnya panel standar autoantibodi menggunakan multicolor flow cytometry (seperti yang ditunjukkan oleh panel EUROFLOW untuk mempelajari PID), atau dengan pengembangan teknik baru , seperti CyTOF, yang telah secara dramatis memperluas jumlah penanda yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi populasi tunggal. 

Sel induk berpotensi majemuk yang diinduksi mewakili platform baru untuk pemodelan PID, dan sangat penting dalam studi kondisi luar biasa dan penyakit yang mempengaruhi jaringan yang sulit diakses pada pasien, seperti sistem saraf pusat. Akhirnya, evolusi dalam pengeditan gen telah memungkinkan generasi cepat dari model seluler dan hewan dengan mutasi gen yang pasti, dan dapat memberikan harapan bagi perkembangan masa depan dari pendekatan baru dan lebih aman untuk terapi gen. Dalam Topik ini, beberapa ahli menggambarkan bagaimana kemajuan teknologi merevolusi studi PID manusia.

PENTING : Terimakasih sudah berkunjung ke website infolabmed.com. Jika Anda mengutip dan atau mengambil keseluruhan artikel dalam websit ini, mohon untuk selalu mencantumkan sumber pada tulisan / artikel yang telah Anda buat. Kerjasama/media partner : laboratorium.medik@gmail.com.

DONASI VIA DANA ke 085862486502 Bantu berikan donasi jika artikelnya dirasa bermanfaat. Donasi Anda ini akan digunakan untuk memperpanjang domain www.infolabmed.com. Donasi klik Love atau dapat secara langsung via Dana melalui : 085862486502. Terima kasih.