Pencegahan Penyakit Botulisme
INFOLABMED.COM - Botulisme ialah suatu penyakit yang disebabkan oleh peracunan makanan atau mabuk makanan oleh bakteri.
Organisme penyebabnya ialah Clostridium botulinum yang menghasilkan neurotoksin yang tidak tahan panas.
Baca juga : Inul Daratista Terinfeksi Bakteri Langka: Clostridium Difficile Toxin A, Bagaimana Bahayanya?
Penyakit ini terjadi karena makan Botulinum Toxin yang terdapat dalam makanan yang diawetkan dengan cara yang kurang sempurna, seperti yang dijumpai dalam makanan yang dikalengkan di rumah.
Tetapi, botulisme dapat juga disebabkan karena kontaminasi luka oleh Clostridium botulinum : organisme tersebut menghasilkan toksin seraya tumbuh ada jaringan mati.
Gejala penyakit ini, biasanya mulai timbul sekitar 12 sampai 48 jam setelah makan makanan tercemar. Gejala tersebut meliputi kesulitan berbicara, biji mata melebar, penglihatan ganda, mulut terasa kering, mual, muntah, dan tidak dapat menelan.
Kelumpuhan dapat terjadi ada kandung kemih dan semua otot yang bekerja di daerah tersebut. Kematian mungkin terjadi beberapa hari setelah timbulnya gejala, karena tidak dapat bernafas atau jantung tidak bekerja lagi.
Kesembuhan lambat terjadi, tetapi akibat sampingan peracunan yang disebabkan penyakit ini tidak ada.
Biologi Clostridium botulinum
Clostridium botulinum adalah basilus anaerobuk garam positif yang menghasilkan spora tahan panas. Bakteri ini dapat tumbuh baik pada media biakan biasa.
Pertumbuhan paling subuhr terjadi pada 25 derajat C, tetapi juga tumbuh baik pada 20 sampai 35 derajat C.
Organisme ini yang terdapat tunggal atau kadang-kadang berpasangan atau dalam rantai, berukuran 0,5-0,8x3-8 mm dengan sisi sejajar dan ujung membulat.
Sporannya berbentuk bulat telur dan letaknya subterminal (dekat ujung) dan sedikit membengkak, sehingga memberikan bentuk menggelembung pada sel.
Clostridium botulinum dapat bergerak dengan Flagela penetricha dan tidak membentuk kapsul.
Ada 7 tipe Clostridium botulinum yang dikenali karena perbedaan antigenik di antara taratoksin yang dihasilkannya.
Tipe yang menyebabkan penyakit pada manusia ialah tipe A, B, E dan tipe F. Tipe C dan D menyebabkan penyakit pada burung dan mamalia yang bukan manusia.
Tipe G belum diketahui apakah menyebabkan penyakit. Toksin-toksin tersebut "sangat khas tipe" (type specific): antioksidan hanya menetralkan toksinnya sendiri yang spesifik.
Sifat Patogenitas pada Botulism
Botulinum toxin adalah racun paling ampuh yang dikenal orang. Sebagai contoh, dosis letal (yang mematikan) bagi toksin tipe A pada tikur diperkirakan 0,000000033 mg: berarti 1 gram toksin dapat membunuh 33 milyar tikus.
Racun ini menyerang urat syaraf, menyebabkan kelumpuhan pada faring dan diafragma. Bila terjadi kelumpuhan pada pernapasan, maka dapat dilakukan trakeotomi (bedah batang tenggorek) dan diberikan pernafasan buatan.
Cara kerja toksin ini ialah menghambat pembebasan asetilkolin oleh serabut saraf ketika impul saraf lewat disepanjang saraf perifer; ini merupakan akibat terikatnya toksin pada bagian ujung saraf eferen (yang membawa impuls dari susunan saraf pusat membawa implus dari susunan saraf pusat ke suatu efektor).
Karena antioksidan tidak dapat menetralkan toksin bila sudah terikat, maka pengobatan dengan antitoksin harus diberikan segera mungkin, bila penyakit tersebut diduga Boltulism.
Pada umumnya digunakan antitoksin polivalen yang terdiri dari tipe A, B, dan E. Orang yang diduga telah mengkonsumsi makanan yang mengandung Botulinum toxin harus dirangsang agar muntah atau dikuras perutnya. Dapat juga diberi suntikan urus-urus.
Penderita yang terserang sarafnya diberi antitoksin Trivalen (ABE) untuk menetralkan toksin yang beredar. Pada kasus-kasus botulism luka, maka luka tersebut harus dikorek hingga bersih, dikeringkan dan dicuci. Antioksidan harus diberikan sebelum luka tersebut dikorek.
Diagnosis Laboratoris Botulism
Cara utama untuk memperkuat diagnosis botulism di laboratorium ialah menunjukan adanya Botulinum toxin dalam serum atau feses penderita atau pada makanan yang dimakan.
Suntikan intraperitoneal (dalam perut) serum atau ekstrak cairan feses penderita atau makanan tersebut pada mencit akan mengakibatkan kematian hewan tersebut, karena mencit akan mengakibatkan kematian hewan tersebut, karena mencit sangat peka terhadap toksin ini.
Juga harus spesimen feses dan makanan itu harus dikulturkan untuk mengisolasi organisme tersebut.
Epidemiologi Botulism
Clostridium botulinum tersebar luas di lingkungan darat dan marin. Jika sporanya mencemari berbagai makanan yang sudah diolah atau situs anaerobik pada suatu luka, maka dapat berkecambah menjadi sel vegetatif dan menghasilkan toksin.
Kini telah dilaporkan infeksi sejati pada saluran pencernaan bayi; pada penyakit yang baru-baru ini disebut "botulisme bayi", toksinnya dihasilkan di dalam usus bayi, menyebabkan badan lemah, tidak dapat buang air besar dan lumpuh.
Infeksi semcam ini mungkin disebabkan karena pemberian madu yang mengandung Clostridium botulinum pada bayi.
Kata latin botulus berarti "susis". Penyakit ini diberi nama demikian, karena selama bertahun-tahun susis yang tidak dimasak dihubungkan dengan penyakit ini.
Kini, makanan yang dikaitkan dengan botulism biasanya ialah yang telah mengalami proses pengolahan untuk tujuan pengawetan seperti pengalengan, pembuatan acar atau pengasapan, tetapi tidak dapat mematikan spora bakteri tersebut.
Beberapa contoh ialah buah-buahan dan sayuran yang dikalengkan di rumah tangga, ikan asap, serta daging dan ikan yang dibumbui.
Untungnya, toksin tersebut dapat dibuat tidak aktif secara sempurna dengan pemanasan pada 100 derajat C selama 10 menit atau pada 80 derajat C selama 30 menit. Inilah yang menyebabkan rendahnya insiden penyakit tersebut.
Di Amerika Serikat, pada tahun 1976, ada 23 perjangkitan penyakit ini yang menyangkut banyak kasus, dengan 5 kematian. Botulism masih merupakan penyebab utama kematian karena peracunan makanan.
Pencegahan Botulism
Cara pengawasan kualitas yang ketat oleh industri pengolahan makanan telah banyak mengurangi terjadinya penyakit ini, karena makanan yang diperdagangkan.
Bahaya terbesar berasal dari orang yang melakukan pengalengan di rumah yang tidak mempergunakan metode yang semestinya untuk mensterilkan wadah, serta makanannya.
Baca juga : Teknik Pewarnaan Khusus Spora Bakteri dalam Mikrobiologi: Pentingnya Identifikasi Struktur Sel Mikroorganisme
Sayangnya, makanan yang mengandung toksin tidak selalu kelihatan atau menimbulkan bau yang berbeda dari yang tidak tercemar.
Pencegahan yang terbaik ialah dengan memasak cukup lama semua makanan yang diawetkan sebelum dihidangkan.***
Sumber : Irianto, K. (2015). Pencegahan dan Pemberantasan Mikroorganisme pada Manusia ; Hal 26- 30. Sarana Ilmu Pustaka: Bandung.
Post a Comment