Pengendalian Resistensi Antimikroba (AMR) di Rumah Sakit: Langkah-Langkah dan Tantangan
INFOLABMED.COM - Pengendalian resistensi antimikroba (AMR) menjadi salah satu fokus utama di rumah sakit (RS) di Indonesia.
Melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA), diharapkan rumah sakit dapat menurunkan angka kejadian mikroba yang kebal terhadap obat-obatan antimikroba, seperti antibiotik, antivirals, dan antifungals.
Apa Itu Resistensi Antimikroba?
Resistensi antimikroba adalah fenomena dimana bakteri, virus, jamur, dan parasit tidak lagi merespons pengobatan antimikroba.
Kondisi ini terjadi akibat penggunaan antimikroba yang tidak bijak, baik dalam dunia kesehatan maupun pertanian.
Baca juga : 13 Rekomendasi WHO untuk Penanganan Resistansi Antimikroba
Efeknya sangat serius karena menyebabkan penyakit lebih sulit diobati, peningkatan angka kematian, serta durasi penyakit yang lebih lama.
Menurut Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Azhar Jaya, resistensi antimikroba terus menjadi tantangan besar dalam penanganan infeksi di rumah sakit. Beliau menegaskan, ada dua kegiatan pokok dalam PPRA yang harus diterapkan di setiap RS.
Penggunaan Antibiotik Secara Bijak
Langkah pertama dalam PPRA adalah mencegah berkembangnya mikroba resisten dengan memastikan penggunaan antibiotik dilakukan secara bijak.
Untuk mewujudkan hal ini, setiap rumah sakit wajib membentuk tim PPRA yang bertugas membantu direktur RS dalam mengelola dan mengawasi penggunaan antimikroba.
Selain itu, penatagunaan antimikroba (PGA) secara strategis dan sistematis di RS merupakan elemen kunci dalam program ini. Tim PPRA bekerja untuk mengoptimalkan penggunaan obat, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Baca juga : Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Yang di Sebabkan Mikrobe - Seri Edukasi Teknologi Laboratorium Medik
Penggunaan yang tepat dapat membantu mengurangi risiko resistensi dan menjaga efektivitas obat untuk jangka panjang.
Peran Laboratorium Mikrobiologi Klinik
Fungsi laboratorium mikrobiologi klinik juga sangat penting dalam mengendalikan AMR.
Laboratorium ini bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan kultur mikroba serta uji kepekaan terhadap berbagai jenis obat.
Pemeriksaan ini memberikan data yang krusial bagi dokter dalam menentukan pengobatan yang tepat bagi pasien yang mengalami infeksi.
Namun, seperti yang disampaikan oleh Azhar, masih banyak rumah sakit di Indonesia yang belum memiliki fasilitas laboratorium mikrobiologi klinik yang memadai.
Bahkan, hanya 5 dari 3.197 RS yang telah melaporkan resistensi antimikroba sesuai dengan standar Permenkes 8/2015.
Pelaporan dan Sistem Akreditasi Rumah Sakit
Untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pelaporan AMR, program PPRA diharapkan dapat diintegrasikan dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit. Sehingga, RS tidak akan lolos akreditasi jika program ini tidak diterapkan.
Sistem ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memastikan bahwa setiap rumah sakit memiliki mekanisme yang kuat dalam menangani resistensi antimikroba.
Penggunaan SIRS ONLINE, sebuah aplikasi pelaporan rumah sakit kepada Kementerian Kesehatan, juga diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan efisiensi pelaporan.
SIRS ONLINE menggantikan pelaporan manual yang sebelumnya digunakan, memberikan akses real-time untuk memantau implementasi PPRA di seluruh rumah sakit.
Tantangan yang Dihadapi dalam Implementasi PPRA
Meskipun program ini sudah dicanangkan, implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan.
Salah satu kendala utama adalah kurangnya fasilitas laboratorium yang mampu melakukan pemeriksaan mikrobiologi dengan akurat.
Selain itu, keterbatasan jumlah dokter spesialis yang memiliki kemampuan dalam melakukan uji kepekaan mikroba juga menjadi hambatan signifikan.
Selain itu, pembayaran melalui paket INA CBG’s dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga menambah tantangan.
Banyak rumah sakit mengeluhkan bahwa biaya pemeriksaan laboratorium untuk infeksi akibat mikroba resisten sering kali melebihi anggaran yang dialokasikan dalam paket JKN, sehingga menyebabkan tekanan finansial bagi rumah sakit.
Upaya Peningkatan Kualitas Laboratorium dan SDM
Sebagai respons terhadap tantangan tersebut, Kementerian Kesehatan telah mengambil sejumlah langkah.
Salah satunya adalah mengarahkan rumah sakit yang belum memiliki laboratorium mikrobiologi yang lengkap untuk melakukan rujukan pemeriksaan ke rumah sakit pengampu atau laboratorium kesehatan masyarakat di tingkat kabupaten/kota. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat proses pemeriksaan dan mengurangi risiko penyebaran mikroba resisten.
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) merupakan upaya penting yang harus diterapkan di seluruh rumah sakit di Indonesia.
Dengan adanya Permenkes 8/2015, pemerintah berharap rumah sakit dapat mengendalikan penggunaan antibiotik secara bijak, meningkatkan fasilitas laboratorium, serta melaporkan kejadian AMR melalui sistem yang lebih terintegrasi.
Tantangan dalam pelaksanaan program ini tidak boleh diabaikan, dan kerja sama lintas sektor sangat diperlukan untuk mengatasi resistensi antimikroba secara efektif.
Artikel ini hanya untuk tujuan informasi. Untuk nasihat atau diagnosis medis, konsultasikan dengan profesional.***
Post a Comment