Demam Berdarah Dengue [Gejala, Pencegahan, Pemeriksaan Laboratorium]

Penyakit DBD masih menjadi masalah kesehatan dan ancaman serius di sejumlah wilayah di Indonesia. Pasalnya penyakit ini tidak hanya berdampak terhadap sektor kesehatan, namun juga sektor sosial dan ekonomi masyarakat.

https://www.outlookindia.com/


Peningkatan kasus DBD terus terjadi terutama saat musim hujan. Kementerian Kesehatan mencatat di tahun 2022, jumlah kumulatif kasus Dengue di Indonesia sampai dengan Minggu ke-22 dilaporkan 45.387 kasus. Sementara jumlah kematian akibat DBD mencapai 432 kasus.

“Kasus dengue sudah dilaporkan di 449 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi dengan kematian tersebar di 162 kabupaten/kota di 31 provinsi,” kata dr. Tiffany Tiara Pakasi, Plt. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dalam Temu Media Hari Demam Berdarah Dengue ASEAN pada Selasa (15/6).

Dikatakan dr. Tiffany, temuan Insidence rate DBD (jumlah kasus DBD per 100.000) tertinggi terjadi di 10 provinsi diantaranya Bali, Kalimantan Utara, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat dan DI Yogyakarta.

“Provinsi yang terbanyak melaporkan yaitu provinsi Lampung Jawa Barat, dan DI.Yogyakarta,” lanjutnya.

Dalam mengatasi penyebaran DBD, Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya pencegahan dan pengendalian DBD terutama di daerah-daerah endemik.

Mengingat DBD cenderung meningkat saat musim hujan, Kementerian Kesehatan mendorong agar masyarakat aktif melakukan upaya promotif preventif melalui Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J). (Kemenkes)


Gejala Demam Berdarah

(Sumber : CNN)

Banyak orang tidak mengalami tanda atau gejala infeksi demam berdarah dengue. Ketika gejala benar-benar terjadi, mereka disalah artikan sebagai penyakit lain, seperti flu. Biasanya gejala akan muncul mulai empat hingga 10 hari setelah kamu digigit nyamuk. 

Penyakit ini bisa menyebabkan demam tinggi hingga 40 derajat Celsius. Selain itu, beberapa gejala lainnya, antara lain: 

  • Sakit kepala.
  • Nyeri otot, tulang atau sendi.
  • Mual dan muntah.
  • Sakit di belakang mata
  • Kelenjar bengkak.
  • Ruam.

Kebanyakan orang bisa pulih dalam waktu seminggu atau lebih. Dalam beberapa kasus, gejalanya memburuk dan dapat mengancam jiwa. Ini disebut demam berdarah parah, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue.

Demam berdarah yang parah terjadi ketika pembuluh darah menjadi rusak dan bocor. Kondisi ini akan menyebabkan jumlah sel pembentuk gumpalan (trombosit) dalam aliran darah turun. Hal ini dapat menyebabkan syok, perdarahan internal, kegagalan organ dan bahkan kematian.

Tanda-tanda peringatan demam berdarah yang parah dan merupakan keadaan darurat dapat berkembang dengan cepat. Tanda-tanda peringatan biasanya dimulai satu atau dua hari pertama setelah demam hilang, termasuk:

  • Sakit perut parah.
  • Muntah terus-menerus.
  • Perdarahan dari gusi atau hidung.
  • Darah dalam urin, tinja, atau muntahan.
  • Pendarahan di bawah kulit, yang terlihat seperti memar.
  • Pernapasan yang sulit atau cepat.
  • Kelelahan.
  • Iritabilitas atau kegelisahan. 

(Sumber : Halodoc)

Pencegahan Demam Berdarah

(Sumber : kemenkes)

Dikutip dari Herminahospital.com, terdapat berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah demam berdarah, yaitu :

  1. Memberantas sarang nyamuk yang dilakukan dalam dua kali pengasapan insektisida atau fogging dengan jarak 1 minggu
  2. Menguras tempat penampungan air, seperti bak mandi, minimal setiap minggu
  3. Menutup rapat tempat penampungan air
  4. Melakukan daur ulang barang yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti
  5. Mengatur cahaya yang cukup di dalam rumah
  6. Memasang kawat anti nyamuk di ventilasi rumah
  7. Menaburkan bubuk larvasida (abate) pada penampungan air yang sulit dikuras
  8. Menggunakan kelambu saat tidur
  9. Menanam tumbuhan pengusir nyamuk
  10. Menghentikan kebiasaan menggantung pakaian
  11. Menghindari wilayah daerah yang rentan terjadi infeksi
  12. menggunakan krim anti-nyamuk yang mengandung N-diethylmetatoluamide (DEET), tetapi jangan gunakan DEET pada anak di bawah 2 tahun. 


Pemeriksaan Laboratorium Untuk Mengetahui DBD

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Keberhasilan terapi sangat bergantung pada diagnosis yang cepat, pengobatan segera, serta penanganan yang memadai. Gejala klinis infeksi dengue sangat mirip dengan beberapa penyakit demam lainnya, sehingga diagnosis laboratoris yang cepat dan dapat dipercaya sangat dibutuhkan. (Thomas Suroso dkk,2000).

Diagnosis penderita demam berdarah dilakukan dengan cara anamnesis penderita, baik secara autoanamnesis atau allo anamnesis. Kemudian, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan dipertegas dengan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium mempunyai peranan yang penting dalam diagnosis penderita demam berdarah dengue. Namun, diagnosis pasti belumlah dapat ditegakkan mengingat tanda patognomonik baru dapat ditentukan dengan ditemukannya virus dengue pada penderita demam berdarah. Namun, pemeriksaan laboratorium lain dengan akurasi dan presisi tinggi dapat menunjang diagnosis penyakit. (Sumarmo SPS, 1983). Pemeriksaan laboratorium standar yang diajukan oleh WHO (1997) yang diadaptasi oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia untuk DBD adalah Trombositopeni dan Uji torniquet (Thomas Suroso dkk, 2000).

Tulisan berikut akan menguraikan pemeriksaan laboratorium yang lazim dilakukan, selain pemeriksaan standar WHO pada penderita demam berdarah dengue.

Pemeriksaan Darah Tepi

Pemeriksaan darah tepi yang biasa dilakukan seperti pemeriksaan, lekosit, trombosit, dan hematokrit. Pemeriksaan ini termasuk pemeriksaan hematologi rutin

Uji Torniquet

https://gustinerz.com/


Uji torniquet yang dikenal dengan pemeriksaan Rumpel Leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan trombosit. Dengan melakukan bendungan darah pada tekanan tertentu, di lengan atas akan terjadi perdarahan di bawah kulit (petechiae) bila dinding kapiler kurang kuat resistensinya. Hasil positif bila dalam waktu 10 menit timbul 10 atau lebih petechiae di daerah voler lengan. (Dacie JV dan Lewis SM, 1975).

Sebelum percobaan, harap diperhatikan apakah ada bekas gigitan nyamuk pada daerah volar lengan bawah, atau noda hitam yang mungkin menyebabkan hasil menjadi positif palsu. (Thompson RB, 1983).

Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru

https://123dok.com/


Pemeriksaan berdasarkan penentuan imunologis, di mana virus penyebab DBD akan memberikan rangsangan bagi tubuh penderita untuk memproduksi antibodi, yaitu erupa imunoglobulin. Jenis imunoglobulin dari virus dapat berupa imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin M (Ig M) (Russel PK, 1970). Jalur perangsangan tersebut dilakukan melalui stimulasi sel pembentuk imunoglobulin, yaitu limfosit B. Limfosit B akan mengalami perangsangan, sehingga terjadi transformasi blastik yang akan dapat dilihat pada darah tepi berupa munculnya sel limfosit dengan warna plasma biru dengan pengecatan giemsa (LPB = limfosit plasma biru), dan dikenal dengan nama Sel Downey. Sel LPB ini dapat diidentifikasikan dalam darah tepi. Pemeriksaan darah tepi dibuat dengan melakukan pemaparan di atas kaca objek dan difiksasi dengan methanol. Kemudian dicat dengan giemsa dan dibersihkan dengan air mengalir, serta dikeringkan di dalam udara ruangan. Evaluasi preparat darah tepi dilakukan saat ada even zone (zona V) pada bagian medial dan medio lateral preparat. (Boonpucknavig S, 1979).

Limfosit Plasma Biru (sensityzed lymphocyte) atau dikenal dengan nama penemunya, yaitu sel Downey, mempunyai 3 bentuk yang merupakan tahapan (fase) dari transformasi blastik sel limfosit B
dalam sumsum tulang dalam pembentukan antibodi humoral. (Purwanto AP, 1996).

Jenis sel LPB tersebut adalah:
1. monositoid,
2. plasmositoid, dan
3. blastoid

Nilai yang penting dalam uji laboratoris menggunakan suatu metoda adalah keterandalan dari uji tersebut dalam menentukan nilai prediksi, apakah nilai prediksi positif ataukah nilai prediksi negatif. Sel Downey yang dapat digunakan sebagai salah satu parameter penentuan diagnosis infeksi virus dengue bila digunakan standar baku penentuan imunoglobulin dalam darah, (dalam penelitian penulis) menghasilkan nilai statistik sebagai berikut: sensitifitas LPB dibandingkan pemeriksaan antibodi dengue 94,7 %. Sedangkan spesivisitas mencapai 66,6%. Besarnya nilai prediksi positif 81,8%, sedangkan besarnya nilai prediksi negatif mencapai 88,8 %. (Purwanto AP, 1996).

Meski, belum terdapat jawaban yang memuaskan, namun dipercaya bahwa Limfosit Plasma Biru ini merupakan respon antibodi anamnestik terhadap virus dengue dan merupakan limfosit yang mempodusir 1g Ganti dengue. Hal ini sesuai dengan laporan Russe, dkk (1979) dan Ikeuchi, dkk. (1980) bahwa pada penderita infeksi virus dengue, antibodi Ig G antidengue adalah sangat predominan. Sehingga, bisa dikatakan bahwa Limfosit Plasma Biru adalah sel yang memproduksi antibodi, yaitu antibodi B Limfosit. Hal ini didukung oleh adanya penemuan oleh Boonpucknavig, dkk (1976) bahwa Limfosit T dijumpai jumlahnya menurun, sedangkan Limfosit B justru meningkat pada penderita Demam Berdarah Dengue.

Pemeriksaan Koagulasi

https://www.researchdive.com/


Jika terjadi luka yang mengenai pembuluh darah, sehingga darah keluar dari pembuluh darah, maka akan terjadi serangkaian reaksi untuk menghentikan perdarahan yang disebut hemostatis. Pembuluh darah akan mengalami vaso konstriksi secara reflektoris, sehingga darah yang mengalir ke tempat luka berkurang. Pada DHF terjadi perubahan resistensi pembuluh darah dan endotel pada permukaan dalam pembuluh darah mengalami kerusakan, sehingga jaringan subendotel terpapar. Dengan terpaparnya jaringan subendotel, maka trombosit akan melekat pada jaringan subendotel.

Peristiwa perlekatan trombosit ke jaringan subendotel ini disebut adhesi trombosit. Proses adhesi ini memerlukan faktor von Willebrands yang disintesiskan oleh endotel pembuluh darah. Adhesi trombosit ini, selanjutnya diikuti dengan agregasi trombosit dan reaksi pelepasan yang bertujuan untuk membuat sumbat trombosit. Agregasi trombosit, merupakan perlekatan sesama trombosit. Pada reaksi pelepasan, dikeluarkan beberapa zat trombosit misalnya Adenosin diphosphate (ADP), serotoin, dan tromboksan Ag. Zat zat ini dapat merangsang agregasi trombosit Selain itu serotonin dan tromboksan As juga bersifat vaso konstriktor. Sumbatan trombosit yang terbentuk, mula-mula bersifat permeabel.

Selain menyebabkan trombosit teraktivasi, adanya kerusakan endotel juga menyebabkan sistem koagulasi terangsang. Sistem koagulasi terdiri atas 13 faktor koagulasi yang sebagian besar adalah protein yang disintesis di hati. Beberapa faktor koagulasi yaitu protrombin, F Vil, FIX dan FX memerlukan vitamin K pada proses pembentukannya. Aktivisasi sistem koagulasi baik melalui jalur ekstrinsik, maupun jalur intrinsik akan menghasilkan terbentuknya bekuan fibrin dari fibrinogen. Dengan terbentuknya fibrin maka sumbatan trombosit yang semula bersifat semi permeabel menjadi non permeabel. (Rifkind Richard A,1980).

Jadi, hemostasis merupakan hasil kerja antara vaskuler, trombosit, dan sistem koagulasi. Peran vaskuler adalah vaso konstriksi untuk mempersempit aliran darah, sehingga perdarahan berkurang. Peran trombosit adalah membentuk sumbat trombosit sedangkan sistem koagulasi berperan dalam membentuk fibrin yang akan memperkuat sumbat trombosit. Pada DBD, di mana terjadi perdarahan meluas, maka penggunaan trombosit (utility) dalam upaya penghentian darah menjadi meningkat, sehingga jumlahnya akan menurun.

Pemeriksaan terhadap trombosit pada DBD dianjurkan untuk tidak hanya menilai jumlah trombositnya saja, tetapi dilanjutkan dengan pemeriksaan fungsi trombosit (kualitatif). Pemeriksaan laboratorium yang menunjang perubahan koagulasi ini adalah (Thompson RB,1983):
  • pemeriksaan Rumpel Leed, menunjukkan hasil positif, adanya lebih dari 10 petekie per 2,5 m². Gejala perdarahan lain dapat ditemukan adanya purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan / melena.
  • pemeriksaan clotting time (waktu penjendalan) dan bleeding time (waktu perdarahan), akan memberikan hasil memanjang
  • pemeriksaan Trombosit, baik secara kuantitatif maupun kualitatif terhadap Trombositopeni akan terjadi karena pemakaian trombosit dalam mekanisme pembekuan darah. Karena, adanya koagulopati maka dapat terjadi kemungkinan koagulasi intravaskuler diseminata.
  • pemeriksaan faktor-faktor koagulasi untuk melihat faktor ekstrinsik (PPT), factor intrinsik (PTTK) atau jalur bersama (trombin time). Hasilnya, akan memanjang karena adanya penurunan faktor II, IV, V, VII, VIII, IX, XII.
  • pemeriksaan kadar fibrinogen, maupun penghambat faktor koagulasi seperti AT III dan antiplasmin (plasmin inhibitor).

Pemeriksaan Kimia Klinik

Pada pemeriksaan kimia klinik akan ditemukan pula berbagai berbagai indikator perubahan akibat penyakit DBD. Hal yang sering ditemukan adalah (Widmann FK, 1983): Albuminuria yang sifatnya ringan dan sementara, karena perubahan permeabilitas kapiler glomerulus. Darah dalam tinja, baik yang bersifat darah samar maupun profus.

Serum protein menunjukkan adanya hipoproteinemia/hipoalbuminemia karena adanya kebocoran plasma. Hiponatremia juga terjadi karena adanya gangguan keseimbangan elektrolit. Kadar SGOT dan SGPT akan ditemukan meningkat ringan, karena adanya pembesaran hati akibat radang. Asidosis metabolik yang umumnya terjadi pada kasus shok berkepanjangan Urea nitrogen (BUN) juga meningkat pada stadium terminal kasus kasus shok yang berkepanjangan.

DONASI VIA DANA ke 085862486502 Bantu berikan donasi jika artikelnya dirasa bermanfaat. Donasi Anda ini akan digunakan untuk memperpanjang domain www.infolabmed.com. Donasi klik Love atau dapat secara langsung via Dana melalui : 085862486502. Terima kasih.

Post a Comment

0 Comments