Amniocentesis: Prosedur, Manfaat, dan Risiko yang Perlu Diketahui
INFOLABMED.COM - Amniocentesis atau Amniotic Fluid Analysis merupakan prosedur medis invasif yang melibatkan aspirasi cairan ketuban melalui jarum yang dimasukkan secara transabdominal.
Prosedur ini bertujuan untuk mendeteksi kelainan kromosom, seperti sindrom Down, serta mendeteksi kelainan tabung saraf seperti spina bifida.
Baca juga : Infeksi TORCH pada Bayi: Gejala, Diagnosis, dan Pencegahan
Selain itu, amniocentesis juga dapat membantu dalam menentukan kematangan janin serta mendeteksi penyakit hemolitik pada bayi baru lahir akibat inkompatibilitas Rh.
Prosedur Amniocentesis
Amniocentesis dilakukan dengan mengambil sampel cairan ketuban sebanyak 10 hingga 20 mL untuk dianalisis.
Waktu pelaksanaan prosedur ini bergantung pada tujuan pemeriksaan:
- Untuk mendeteksi kelainan genetik, amniocentesis biasanya dilakukan setelah minggu ke-15 kehamilan.
- Untuk menentukan kematangan janin, prosedur dilakukan setelah minggu ke-36 kehamilan.
Proses ini diawali dengan membersihkan kulit perut ibu dengan antiseptik, kemudian jarum dimasukkan ke dalam kantung ketuban melalui dinding perut.
Sampel cairan ketuban yang diambil kemudian ditempatkan dalam tabung khusus untuk diuji di laboratorium.
Analisis Laboratorium pada Cairan Ketuban
Cairan ketuban yang diambil melalui amniocentesis dapat diperiksa untuk berbagai indikator kesehatan janin, seperti:
- Alpha-fetoprotein (AFP) dan Asetilkolinesterase: Tingginya kadar AFP dapat mengindikasikan adanya kelainan tabung saraf.
- Kariotipe Kromosom: Untuk mendeteksi kelainan kromosom seperti sindrom Down.
- Rasio Lecithin-to-Sphingomyelin (L/S) dan Fosfatidilgliserol (PG): Menunjukkan kematangan paru-paru janin.
- Bilirubin: Kadar tinggi dapat menunjukkan penyakit hemolitik akibat inkompatibilitas Rh.
Siapa yang Dianjurkan Menjalani Amniocentesis?
Menurut rekomendasi American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), amniocentesis dianjurkan bagi:
- Wanita hamil dengan usia 35 tahun atau lebih saat melahirkan.
- Wanita yang memiliki riwayat kehamilan dengan kelainan kromosom.
- Pasangan yang membawa kelainan kromosom atau memiliki riwayat kelainan genetik.
- Kehamilan kembar dengan usia ibu 33 tahun atau lebih.
Risiko dan Efek Samping Amniocentesis
Meskipun tergolong prosedur yang aman, amniocentesis tetap memiliki risiko, antara lain:
- Keguguran: Risiko keguguran akibat prosedur ini diperkirakan sekitar 0,1-0,3%.
- Infeksi dan Pendarahan: Infeksi atau perdarahan bisa terjadi meskipun jarang.
- Kebocoran Cairan Ketuban: Dalam kasus tertentu, cairan ketuban bisa bocor setelah prosedur.
- Konflik Rh: Jika ibu memiliki golongan darah Rh negatif dan janin Rh positif, antibodi bisa terbentuk dan membahayakan janin di kehamilan berikutnya. Oleh karena itu, ibu Rh negatif biasanya diberikan suntikan RhoGAM untuk mencegah reaksi ini.
Amniocentesis adalah prosedur penting dalam mendeteksi kelainan genetik dan memastikan kesehatan janin sebelum kelahiran.
Baca juga : Sepsis pada Bayi Baru Lahir (Sepsis Neonatal): Gejala, Penyebab & Pengobatan
Meskipun memiliki risiko tertentu, manfaat yang diperoleh dapat membantu dokter dan calon orang tua dalam mengambil keputusan terbaik bagi kehamilan.
Jika Anda disarankan untuk menjalani amniocentesis, konsultasikan dengan dokter mengenai manfaat dan risiko yang mungkin terjadi.***
Post a Comment