Demam Tifoid - Astri Wulansari STIKes Nasional Surakarta

Table of Contents
Demam Tifoid - Astri Wulansari  STIKes Nasional Surakarta


Apa itu Tifoid??

Tifoid merupakan  penyakit  infeksi  saluran  cerna  akut  yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi, menginfeksi bagian usus halus dengan gejala demam lebih dari 1 minggu disertai gangguan saluran cerna. Di masyarakat umum penyakit ini sering disebut tifus, namun dalam dunia kedokteran disebut tifoid karena melibatkan saluran usus di dalam perut. 

Demam tifoid sangat erat kaitannya dengan lingkungan, terutama lingkungan yang tidak  memenuhi  syarat  kesehatan seperti  ketersediaan  air  minum  yang  aman  dan kebersihan  lingkungan  yang  buruk. Faktor-faktor  yang  mempengaruhi  penyebaran penyakit termasuk limbah, suhu, polusi udara dan  kualitas  air, juga faktor sosial ekonomi  seperti  kepadatan  penduduk dan  kemiskinan. 

Penyebaran nya melalui makanan dan minuman  yang  terkontaminasi  bakteri  Salmonella typosa. Tanda-tanda  klinis  tifus diantaranya demam, bakteremia, invasi dan proliferasi bakteri pada fagosit mononuklear hati, limpa, kelenjar getah bening, usus, dan bercak Peyer. 

Sejarah Tifoid

Sejarah  tifoid  dimulai  ketika  seorang  ilmuwan  Perancis  bernama  Pierre  Louis mencetuskan istilah tifoid pada tahun 1829. Tifus berasal dari kata Yunani yaitu “typhos” yang berarti orang yang demam, dengan keadaan yang buruk. 

Kemudian, Gaffky menyebut penularan penyakit  itu  lewat air, bukan lewat udara. Gaffky  juga berhasil membudidayakan Salmonella typhi pada tahun 1884. Widal pada tahun 1896 akhirnya menemukan metode pengujian tifus yang masih digunakan sampai sekarang. Woodward dkk. Pada tahun 1948 dilaporkan pertama kali obat yang efektif untuk tifus adalah kloramfenikol. 

Prevalensi Tifoid

Prevalensi tifoid di Indonesia adalah 1,60%, tertinggi terjadi pada rentang usia 5-14 tahun karena pada usia tersebut anak kurang memperhatikan kebersihan diri. Prevalensi menurut tempat tinggal tertinggi yaitu di pedesaan dibandingkan  perkotaan, karena disebabkan  tingkat  pendidikan  yang  rendah, pengeluaran rumah  tangga  yang  rendah, penyediaan air minum, sanitasi dan pembuangan limbah.

Demam tifoid  merupakan  salah  satu masalah kesehatan yang  penting di negara berkembang  seperti  Indonesia,  menurut  laporan  data  waspada  dari  sub  bagian surveilans Departemen Kesehatan kejadian penyakit ini mengalami peningkatan yaitu jumlah kasus pada tahun 1990 sampai 1994. 

Data rumah sakit dan puskesmas melaporkan kasus tifus pada tahun 1994 meningkat dari 92 menjadi 125 kasus di tahun 1996 per 100.000 penduduk. Peningkatan ini disebabkan oleh  banyak  faktor antara lain urbanisasi, sanitasi yang buruk, pembawa penyakit yang tidak terdeteksi dan diagnosis yang terlambat.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus tifoid di seluruh dunia adalah 16-33 kasus dan 500.000-600.000 meninggal setiap tahun. Anak-anak lebih rentan terkena tifus walaupun gejalanya lebih ringan pada anak-anak dibandingkan orang  dewasa. Insiden  kasus bervariasi  berdasarkan  lokasi, kondisi lingkungan setempat, dan perilaku masyarakat. 

Menurut WHO, pada tahun 2003 terdapat sekitar 17 juta kasus tifus di seluruh dunia dan 600.000 kematian setiap tahunnya. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009 tifus menempati urutan ketiga dari 10 penyakit yang paling banyak diderita. Insiden global adalah sekitar 17 juta per tahun dan 600.000 orang meninggal akibat penyakit ini. WHO memperkirakan 70% kematian  terjadi di Asia.

Tifoid adalah salah satu dari 10 penyakit paling umum yang dirawat di rumah sakit. Tifoid menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak rawat inap dengan jumlah kasus  sebanyak  55.098  kasus  dan  case  fatality  rate  (CFR)  sebesar  2,06% dan tifus merupakan salah satu dari lima penyebab kematian di Indonesia. 

Etiologi Demam Tifoid

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi basil gram negatif yang bersifat stigmatik  (bergerak  dengan  rambut  bergetar),  bersifat  anaerobik,  dan  tidak menghasilkan spora. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pencernaan, dan manusia merupakan  sumber  utama  infeksi  karena  melepaskan  mikroorganisme  penyebab penyakit saat sakit atau dalam masa pemulihan. 

Bakteri ini dapat hidup dengan sangat baik di dalam tubuh manusia dan pada suhu yang sedikit lebih rendah, tetapi mati pada suhu 70°C. Salmonella typhi biasanya  ditularkan  melalui  unggas yang terkontaminasi, daging merah, telur, dan susu yang tidak dipasteurisasi, kontak dengan hewan peliharaan yang terinfeksi dan juga melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Bakteri ini diserap di usus kecil, yang bergerak bersama makanan dan kemudian menyebar ke seluruh organ, terutama hati dan limpa, menyebabkan pembengkakan dan nyeri. 

Bakteri ini terus menyebar ke aliran darah dan kelenjar getah bening, terutama usus kecil. Bakteri pada dinding usus menyebabkan tukak atau luka borok kemudian luka ini menyebabkan pendarahan atau robekan, yang menyebabkan penyebaran infeksi ke dalam rongga perut. Bila kondisinya sangat parah, diperlukan  pembedahan  untuk  mengobatinya  dan  bisa  berakibat  fatal  dan mengakibatkan kematian.    

Gejala Klinis Demam Tifoid 

Gejala klinis tifus bervariasi seperti demam yg merupakan gejala klinis yg utama, malaise dan juga batuk kering bahkan sampai perdarahan usus. Demam menjadi parah dalam 1-2 hari dengan pola suhu demam yang meningkat secara bertahap setiap hari, memuncak pada akhir  minggu  pertama, demam tetap  tinggi dan pada minggu keempat demam perlahan  menurun. 

Selain munculnya gejala demam, sering terjadi keluhan saluran cerna  seperti  muntah,  mual, diare dan pada kasus  lanjut peritonitis akibat  konstipasi  dan  perforasi  usus.  Manifestasi  gejala  psikologis  terkadang mendominasi gambaran klinis, seperti bingung, mengantuk, psikosis atau koma. Gejala nonspesifik lainnya, seperti batuk, malaise, sakit kepala, menggigil, sering muncul pada tahap awal penyakit.

Pencegahan Demam Tifoid

  1. Vaksinasi, digunakan dengan cara disuntikkan dan dapat melindungi seseorang dalam waktu 3 tahun.
  2. Mengedukasi  masyarakat  tentang  pentingnya  mencuci  tangan  setelah  buang  air besar  dan  sebelum  memegang  makanan/minuman, serta memastikan cuci tangan yang benar. Ini sangat penting bagi mereka yang pekerjaannya melibatkan penanganan makanan dan mereka yang tugasnya merawat orang sakit dan anak-anak.
  3. Buang kotoran di toilet yang higienis dan tidak bisa dimasuki lalat. Gunakan tisu toilet yang cukup untuk menghindari kontaminasi pada jari Anda. Jika tidak ada jamban, feses dikubur di hilir jauh dari sumber air.
  4. Lindungi sumber air dari potensi pencemaran dan menyediakan air yang aman bagi masyarakat dan rumah tangga. 
  5. Singkirkan lalat dengan menghilangkan tempat berkembang biaknya dengan sistem pengumpulan  dan  pembuangan  sampah  yang  baik.  Lalat  juga  bisa  diberantas dengan insektisida, dengan cara menangkap lalat menggunakan umpan.
  6. Ikuti standar kebersihan saat menyiapkan dan menangani makanan, atau lebih memilih makanan yang panas, jika buah-buahan lebih baik dikupas sendiri.
  7. Pasteurisasi  susu  dan  produk sejenisnya, termasuk memantau dalam proses produksi, penyimpanan, dan distribusi produk susu.
  8. Ikuti prosedur jaminan kualitas yang ketat dari industri makanan dan minuman. Saat pengalengan makanan, gunakan air yang diklorinasi untuk mendinginkan.  

 PENULIS

  •  Astri Wulansari 

DAFTAR PUSTAKA 

  1. Ashar,  SKM,  M.K.M,  Y.  K.,  2022.  Demam  Tifoid.  In:  Manajemen  Penyakit  Berbasis Lingkungan. s.l. : Cipta Media Nusantara, p. 162.
  2. Bestari, M.Sc., d. R. S. & Mahmuda, M.Sc., Sp.PD, d. I. N. N., n.d. Tifus Abdominalis. In: Tropical Medicine : Basic and Clinic. s.l.:Muhammadiyah University Press, pp. 10-15. 
  3. Dr. H. Masriadi, S.KM., n.d. Demam Tifoid. In: Epidemiologi Penyakit Menular - Rajawali Pers. s.l.: PT. RajaGrafindo Persada, pp. 55-65.
  4. Jafriati,. J., 2022.  Demam  Tifoid.  In:  MONOGRAF  EKSTRAKSI  SENYAWA  Thalassia hemprichii pada Salmonella typhi. s.l.: Literasi Nusantara, pp. 11-17.
  5. Martha  Ardiaria  (2019)  “Epidemiologi,  Manifestasi  Klinis,  Dan  Penatalaksanaan  DemamTifoid,” JNH (Journal of Nutrition and Health), 7(2), hal. 1. 
  6. Pakki, I. B., 2022. Epidemiologi Penyakit Typhoid. In: N. P. Sari & R. M. Sahara, eds. Epidemiologi Penyakit Menular. s.l.: Get Press, pp. 125-135.
  7. Rahmat, W., Akune, K. dan Sabir, M. (2019) “Demam Tifoid Dengan Komplikasi  Sepsis : Pengertian, Epidemologi, Patogenesis, dan Sebuah Laporan Kasus,” Jurnal Medical Profession (MedPro), 3(3), hal. 264–276. 

 



Infolabmed
Infolabmed infolabmed.com merupakan kanal informasi tentang Teknologi Laboratorium Medik meliputi Materi Kuliah D3 dan D4, Informasi Seminar ATLM, Lowongan Kerja. Untuk dukung website infolabmed tetap aktif silahkan ikut berdonasi melalui DANA = 085862486502.

Post a Comment