Peran Penting Genotyping dalam Memantau Epidemiologi Difteri
INFOLABMED.COM - Difteri, penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae, terus mengalami perubahan epidemiologi yang signifikan.
Perubahan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti variasi prevalensi spesies Corynebacterium di berbagai wilayah, perjalanan dan migrasi, variasi status sosial ekonomi, tingkat vaksinasi, serta faktor-faktor lainnya.
Oleh karena itu, metode genotiping beresolusi tinggi sangat penting untuk mengidentifikasi transmisi penyakit dan wabah.
Metode Molekuler dalam Genotiping C. diphtheriae
Metode genotiping molekuler terhadap isolat C. diphtheriae memberikan informasi dasar mengenai penyebaran strain dan biotipe selama situasi sporadis dan wabah.
Dengan mengidentifikasi kesamaan dan perbedaan antara strain bakteri, teknik ini dapat mendeteksi perbedaan fenotipik atau genetik antar isolat.
Meskipun metode fenotipik diterima secara global untuk mengkarakterisasi anggota spesies bakteri tertentu, metode ini memiliki beberapa kelemahan, termasuk hasil negatif palsu akibat variasi dalam ekspresi biologis, interpretasi hasil, serta perolehan atau kehilangan gen tertentu.
Sebaliknya, genotiping berbasis DNA membantu dalam analisis filogenetik yang komprehensif, mengungkapkan asal usul isolat, pola penyebaran lokal dan global selama bertahun-tahun, serta evolusi sebagai respons terhadap tekanan dari antimikroba dan sistem imun inang.
Informasi ini memungkinkan pelacakan wabah dengan akurat di wilayah tertentu dan lintas benua, serta membantu dalam merencanakan intervensi untuk mencegah dan mengobati penyakit.
Metode Genotiping Tradisional dan Terbaru
Metode tradisional yang digunakan untuk genotiping berbagai bakteri, termasuk C. diphtheriae, antara lain ribotyping (berdasarkan pola restriksi gen RNA ribosomal), pulsed-field gel electrophoresis, dan multilocus enzyme electrophoresis.
Pada tahun 2004, nomenklatur ribotipe untuk strain C. diphtheriae ditetapkan: 86 ribotipe diidentifikasi berdasarkan pola restriksi menggunakan pencernaan BstEII dari DNA.
Meskipun banyak digunakan, teknik-teknik ini memakan waktu dan membutuhkan peralatan khusus serta keahlian teknis, sehingga tidak dapat dilakukan di semua laboratorium.
Sebaliknya, metode berbasis PCR lebih cepat dan sederhana, meskipun seringkali kurang memiliki kekuatan diskriminatif dan reproduktibilitas yang memadai, serta standarisasinya merupakan tantangan tersendiri.
Sebuah skema multilocus sequence typing (MLST) untuk C. diphtheriae telah dikembangkan berdasarkan penentuan alel dari tujuh gen housekeeping, yang menyediakan hasil digital, tidak ambigu, dan portabel.
Keberagaman MLST terus berkembang, dengan lebih dari 600 tipe saat ini dikategorikan. Namun, tidak ada korelasi antara hasil MLST dan tes biotipe.
Setiap urutan berbeda yang ada dalam isolat diklasifikasikan sebagai alel yang berbeda, dan untuk setiap isolat, kombinasi alel di lokus yang dianalisis menentukan nomor tipe urutan (ST).
Diskriminasi MLST dari 150 isolat dari 18 negara dan rentang waktu 50 tahun konsisten dengan data ribotyping sebelumnya, dan kompleks klonal (klaster isolat yang berbagi setidaknya enam dari tujuh alel) yang terkait dengan wabah penyakit dapat diidentifikasi dengan jelas.
Pendekatan In Silico dan Sequencing Genom Utuh
Dua pendekatan berbasis in silico telah diinvestigasi untuk memungkinkan karakterisasi yang lebih tepat mengenai genetika molekuler dan epidemiologi difteri, yaitu repetitive DNA sequences (variable number tandem repeats, VNTR) dan clustered regularly interspaced short palindromic repeats (CRISPR) loci.
Sebuah studi di Polandia menunjukkan bahwa beberapa lokus VNTR dalam C. diphtheriae memiliki kekuatan diskriminatif, meskipun hasil awal belum dibandingkan dengan metode genotiping lainnya.
Spoligotyping, teknik genotiping untuk mengidentifikasi dan mensubtipe isolat C. diphtheriae pada tingkat filogeografis, menunjukkan tingkat diskriminasi yang tinggi untuk klon epidemi di Rusia dan Belarus.
Dalam teknologi epidemiologi molekuler, sequencing genom utuh (WGS) dari genom bakteri telah terbukti menjadi metode genotiping beresolusi tinggi yang efektif untuk menyelidiki wabah yang disebabkan oleh Corynebacterium spp.
Sebagai bagian dari teknologi surveilans, data WGS yang dievaluasi melalui metode core genome MLST atau single-nucleotide polymorphism menunjukkan kemajuan substansial dibandingkan teknik lainnya.
Dengan adanya kemajuan dalam metode genotiping dan analisis molekuler, pemahaman kita tentang epidemiologi difteri dapat ditingkatkan, yang pada gilirannya memungkinkan penanganan yang lebih baik terhadap wabah dan penyebaran penyakit ini.***
Post a Comment