Pengembangan Vaksin Tahap Pre-Eritrosit Plasmodium falciparum
Ilustrasi Vaksin Pada Manusia. (Foto : Justtock by Canva) |
INFOLABMED.COM - Malaria tetap menjadi masalah serius di seluruh dunia, terutama disebabkan oleh Plasmodium falciparum.
Meskipun telah ada upaya global untuk mengendalikan parasit malaria antara 2010 dan 2017, namun terjadi penurunan hanya sebesar 18% dalam tingkat kejadian penyakit.
Banyak kandidat vaksin anti-malaria yang berasal dari alam telah dikembangkan, melibatkan banyak hewan percobaan, usaha besar, dan investasi jutaan dolar.
Malaria merupakan penyakit menular dengan morbiditas dan mortalitas tinggi di seluruh dunia, disebabkan oleh lima spesies parasit dari genus Plasmodium.
Plasmodium falciparum memiliki tingkat kematian tertinggi. Meskipun telah ada upaya untuk mengendalikan penyakit ini, angka kejadian malaria masih tinggi, dengan perkiraan 219 juta kasus dan 435.000 kematian terkait malaria pada tahun 2017.
Pendekatan Terhadap Pengembangan Vaksin
Upaya WHO dalam memerangi malaria melibatkan program kontrol, seperti penggunaan kelambu berinsektisida tahan lama, semprotan insektisida residu di dalam ruangan, pengobatan obat anti-malaria, diagnosis dini, dan pengendalian vektor.
Namun, keberhasilan terbatas, dan penurunan tingkat kejadian hanya sebesar 18% antara tahun 2010 dan 2017.
Oleh karena itu, diperlukan pendekatan baru, seperti pengembangan vaksin multi-epitop, multi-tahap, berdasarkan subunit minimal protein sporozoite utama yang terlibat dalam invasi hati.
Sporozoite sebagai Sasaran Utama
Sporozoite, tahap parasit di hati, menjadi fokus pengembangan vaksin. Melalui gigitan nyamuk Anopheles, sejumlah sporozoite diinjeksikan ke dalam manusia.
Sporozoite bergerak di dermis dan menuju hepatosit untuk menginfeksi hati. Pengembangan vaksin yang menargetkan protein sporozoite menjadi kandidat yang menarik untuk mencegah perkembangan parasit.
Vaksin Sporozoite yang Dikembangkan
Upaya untuk mengembangkan vaksin melibatkan berbagai pendekatan, termasuk vaksin Sporozoite yang diatenuasi secara radiasi, vaksin protein rekombinan (RTS,S dan R21), dan vaksin Sporozoite yang diatenuasi secara genetik.
Meskipun beberapa uji klinis menunjukkan perkembangan positif, sebagian besar formulasi kandidat vaksin saat ini masih memiliki efikasi terbatas.
Vaksin Sporozoite yang Diatenuasi secara Radiasi
PfSPZ adalah kandidat vaksin utama yang mengandung sporozoite hidup, diatenuasi oleh radiasi, yang diisolasi dari kelenjar saliva nyamuk yang terinfeksi oleh P. falciparum.
Meskipun hasil uji klinis menunjukkan efektivitas hingga 95% terhadap tantangan homolog, implementasi vaksin ini masih menghadapi tantangan administrasi yang sulit.
Sporozoites yang Diinjeksikan dengan Perlindungan Obat
Pendekatan ini melibatkan vaksinasi dengan Sporozoite yang hidup, dilindungi oleh khlorokuin.
Uji klinis menunjukkan perlindungan hingga 100% terhadap parasitasi hepatosit 8 minggu setelah imunisasi terakhir, dan perlindungan ini dapat bertahan hingga 2 tahun.
Vaksin Sporozoite yang Diatenuasi secara Genetik
Melalui manipulasi genetik, beberapa kandidat vaksin yang diatenuasi secara genetik telah dikembangkan.
Beberapa uji klinis menunjukkan hasil yang menjanjikan, meskipun data lengkap tentang efikasi masih menunggu.
Vaksin Protein Rekombinan (RTS,S)
RTS,S adalah vaksin malaria yang paling banyak diteliti. Vaksin ini mengandung sebagian besar protein CSP P. falciparum yang dihubungkan dengan hepatitis B surface antigen.
Uji klinis menunjukkan efikasi antara 30-86%, tetapi perlindungan mengalami penurunan seiring waktu.
Meskipun ada kemajuan dalam pengembangan vaksin anti-malaria, efikasi yang terbatas dari formulasi yang ada menekankan perlunya pendekatan baru.
Pengembangan vaksin yang multi-epitop, multi-tahap, dan berfokus pada protein sporozoite yang terlibat dalam invasi hati mungkin menjadi kunci keberhasilan.
Diperlukan upaya kolaboratif global untuk mencapai tujuan tersebut dan memberantas malaria secara efektif.***
Post a Comment