Eritropoiesis merupakan proses pembentukan eritosit, yang dimulai dari sel HSC hingga terbentuknya sel matang yang beredar di darah tepi, yaitu eritrosit. Proses eritropoiesis mengahsilkan sekitar 2x1011 eritrosit baru yang dikeluarkan ke dalam sirkulasi setiap hari untuk menggantikaneritrosit lama, atau sekitar satu persen dari total eritrosit.
Eritrosit dibentuk dari sel induk yang bernama sel induk hemopoietik HSC. HSC dapat memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi sel progenitor, yaitu progenitor myeloid umum (common myeloid progenitor) progenitor megakariosit-eritrosit (megakaryocyte-erytrocyteprogenitor), kemudian berdiferensisi menjadi sel precursor eritrosit, yaitu pronormoblas, normoblas basofilik, normoblas polikromatofilik, normoblas ortho-kromatofilik, eritrosit polikromatofilik (retikulosit) dan eritrosit yang beredar di darah tepi.
Berikut ini adalah ciri perkembangan eritrosit secara mikroskopik berdasarkan tahapan perkembangannya.
(Sumber: sciencedirect.com)
1. Pronormoblas
Sel pronormoblas memiliki rasio antara inti dan sitoplasma, yaitu 8:1, yang berarti bahwa inti memiliki delapan bagian, sedangkan sitoplasma satu bagian sehingga bagian yang paling besar pada sel ini adalah bagian inti. Inti sel berbentuk bulat atau oval, dengan satu atau dua anak inti. Kromain inti berwarna merah ungu dan halus. Sitoplasma berwarna biru tua karena adanya ribosom. Pronormoblas memiliki tonjolan kecil yang tidak beraturan di sepanjang bagian pinggir sel.
2. Normoblas Basofilik
Sel normoblas basofilik memiliki kromatin yang mulai padat dan menggumpal di sekitar membrane inti, berwarna ungu tua. Rasio sel ini (inti:sitoplasma) adalah 6:1. Ukuran rasio inti dengan sitoplasma terlihat mulai berkurang menjadi lebih kecil dibandingkan dengan pronormoblas. Anak inti ada, tetapi mulai menghilang, yaitu sekitar 0-1. Pada tahap ini, sudah terjadi sintesis hemoglobin, tetapi sitoplasma masih mengandung banyak organel, termasuk ribosom dan sejumlah mRNA. Pada keadaan normal, sel normoblas basofilik hanya berada di sumsum tulang denganmasa perkembangan lebih dari 24 jam.
3. Normoblas Polikromatofilik
Sel normoblas polikromatofilik memiliki inti dengan pola kromatin yang bervariasi. Pada tahap ini, ukuran sel secara keseluruhan menurun, anak inti sudah menghilang. Sitoplasma pada tahap awal berwarna pink karena adanya hemoglobin, tetapi masih ada unsure RNA sehingga warna yang dihasilkan adalah campuran merah dan biru sehingga membentuk warna biru abu-abu keruh. Oleh sebab itu, sel ini dinamakan polikromatofilik yang berarti “banyak warna”. Pada kondisi normal, sel ini hanya berada di sumsum tulang dengan masa perkembangan selama kurang lebih 30 jam.
4. Normoblas Ortokromatofilik
Sel normoblas ortokromatofilik atau normoblas asidofil, memiliki inti yang padat atau kompak (piknotik). Sitoplasma mengalamai peningkatan warna pink-salmon yang mencerminkan adanya produksi hemoglobin yang lebih banyak. Sisa ribosom masih memberikan warna kebiruan, tetapi mulai memudar menjelang akhir pembentukan sel, sebagai akibat terdegradasinya organel sel.
5. Retikulosit
Sel retikulosit tidak memiliki inti sel. Pada kondisi normal, sel ini berada pada sumsum tulang, dan berikutnya beredar di darah tepi dalam jumlah terbatas. Sel ini memiliki karakteristik adanya sisa RNA yang digambarkan dengan benang berwarna kebiruan dengan perwarnaan supravital new methylene blue.
6. Eritrosit
Eritsoit sudah tidak memiliki inti sel dengan bentuk bulat bikonkaf berdiameter 7-8 µm. bagian tengah sel tampak berwarna pucat sekitar sepertiga diameter sel. Sel ini aktif dalam sirkulasi darah selama 120 hari. Eritrosit memiliki kemampuan untuk menghasilkan oksigen dan melepaskannya ke jaringan kemudian kembali ke paru-paru untuk proses reoksigenasi. Jumlah eritrosit lebih banyak dibandingkan dengan jumlah sel-sel lainnya. Terdapat kira-kira 4,5-6 juta eritosit yang menyebabkan darah berwarna merah.
Sumber :
Maharani, EA., Eka AM., 2020. Hematologi: Teknologi Laboratorium Medik. EGC. Jakarta.
Post a Comment