Praktikum Histoteknik (Pemrosesan Jaringan dan Pewarnaan Hematoksilineosin )

Histoteknik adalah metoda membuat sajian dari spesimen tertentu melalui suatu rangkaian proses hingga menjadi preparat histologi yang baik dan siap untuk dianalisis. Spesimen dapat berasal dari manusia dan hewan. Preparat yang baik dapat digunakan untuk mempelajari peran sel/jaringan dalam keadaan fisiologis atau patologis, mempelajari perubahan sel/jaringan akibat suatu perlakuan pada penelitian, dan alat bantu diagnosis penyakit. Preparat yang baik dapat memberikan hasil yang akurat untuk menjawab pertanyaan riset. Untuk mencapai tujuan tersebut, preparat harus dapat memberikan gambaran tentang bentuk, besar, dan susunan sebagaimana sel/jaringan tersebut hidup.

Praktikum Histoteknik (Pemrosesan Jaringan danPewarnaan Hematoksilineosin )


LARUTAN PENGAWET

Pengawetan (fiksasi) adalah stabilisasi unsur penting pada jaringan sehingga unsur tersebut tidak terlarut, berpindah, atau terdistorsi selama prosedur selanjutnya. Fiksasi yang benar adalah dasar dari semua preparat yang baik. Efek fiksasi terhadap jaringan yang diproses adalah menghambat proses pembusukan dan autolysis, pengawetan jaringan, pengerasan jaringan, pemadatan koloid, diferensiasi optik, dan berpengaruh terhadap pewarnaan. Sejumlah faktor akan mempengaruhi proses pengawetan yaitu dapar, penetrasi, volume pengawet, konsentrasi, interval waktu, suhu, dan jenis larutan pengawet.

Ada 5 kelompok utama bahan pengawet yang dikelompokkan menurut mekanisme kerja, yaitu aldehydes, mercurials, alcohols, oxidizing agents, dan picrates. Larutan formalin adalah golongan aldehydes dan merupakan larutan fiksasi yang paling sering digunakan. Larutan ini akan mengawetkan struktur halus (fine structures), fosfolipida, dan beberapa enzim dengan sangat baik.


Formula yang sering digunakan adalah
Neutral Buffered Formalin
Formalin .............................................................................................................. 10 ml
Acid sodium phosphate monohydrate .................................................................. 0,40 gr
Anhydrous disodium phosphate ........................................................................... 0,65 gr
Akuades .........................................................................................................ad 100 ml

Larutan pengawet lainnya yang sering digunakan adalah larutan Bouin. Larutan ini mengandung larutan asam pikrat jenuh. Formula larutan Bouin adalah:
Larutan asam pikrat jenuh ......................................................................... 75 ml
Formalin (40% formaldehida)..................................................................... 25 ml
Bila akan digunakan, tambahkan " asam asetat glasial" ........................... 5 ml

Mengawetkan Jaringan

Cara melakukan pengawetan jaringan ada 2 macam, yaitu supravital/intravital atau merendam dalam larutan pengawet. Merendam dalam larutan pengawet adalah yang paling sederhana dan sering dilakukan.


PEMROSESAN JARINGAN

Setelah jaringan diawetkan, jaringan harus diproses menjadi bentuk yang dapat diiris dengan mikrotom. Biasanya pengirisan dikerjakan dengan parafin (suatu jenis lilin). Langkah utama pemrosesan jaringan adalah dehidrasi dan pembeningan.

Jaringan tertentu memiliki struktur yang berbeda dengan kebanyakan jaringan lainnya. Jaringan yang mengandung kalsium (tulang) atau jaringan yang keras (kulit) akan menjalani proses tertentu sebelum proses dehidrasi.

Dehidrasi (Dehydration)

Dehidrasi adalah proses pengeluaran air dari jaringan agar jaringan tersebut dapat diisi oleh parafin sehingga jaringan dapat diiris tipis. Cairan dehidrasi (dehidran) dapat berupa alkohol dengan kadar yang meningkat, metanol, sukrosa, dan aseton. Alkohol dan aseton adalah yang paling sering digunakan.
  • Alkohol: Alkohol 70%, 80%, 90%, masing-masing 1 hari; alkohol 95% 2 hari (2x ganti); alkohol 100 % 2 hari (2x ganti).
  • Aseton: 3 x 20 menit.

Pembeningan (Clearing)

Clearing adalah upaya untuk mengeluarkan zat penarik air (dehidran) dan menggantinya dengan bahan kimia yang dapat bercampur dengan dehidran maupun parafin. Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai clearing agent yaitu kloroform, benzena (benzol), xylena (xylol), cedar wood oil, benzyl benzoate, atau methyl benzoate.

Xylol adalah bahan yang sering digunakan sebagai clearing agent. Meski karsinogenik, bahan ini memberikan waktu clearing yang cepat yakni sekitar ½ - 1 jam. Pembeningan dilakukan dengan merendam jaringan dalam xylol 2 kali 15 menit hingga jaringan menjadi bening dan transparan. Pada organ yang banyak mengandung darah, organ akan tampak menghitam. Volume xylol adalah 20 kali volume jaringan. Setelah bening, jaringan dimasukkan ke dalam parafin cair panas dalam oven parafin.


Pembenaman (Infiltration/Impregnation/Embedding)

Impregnasi adalah proses pengeluaran clearing agent dari jaringan dan menggantikannya dengan parafin. Ada banyak jenis parafin yang digunakan untuk pembenaman. Parafin tersebut dapat berbeda dalam hal titik cair (melting point), untuk beragam kekerasan dan cara pemotongan.

Untuk tujuan rutin, yang digunakan adalah parafin yang mencair pada suhu 56 – 59 oC. Pembenaman dilakukan dengan merendam jaringan dalam parafin cair di oven bersuhu 60 oC selama 3 x 1 jam. Hal yang perlu diperhatikan adalah clearing agent yang tersisa dapat mengkristal dalam jaringan sehingga saat dipotong dengan mikrotom, jaringan akan robek.

Pengecoran (Blocking/Casting)

Pengecoran adalah proses pembuatan blok parafin (Gambar 1) agar dapat dipotong dengan mikrotom. Agar mudah diiris, jaringan dibentuk dan dikeraskan dengan parafin.

Gambar.  Blok parafin yang dicetak di atas cassette (kiri). Cassette (kanan)

Alat pencetak dapat berupa besi berbentuk L (Leuckhart), atau cetakan (mold) (Gambar 2). Tuangkan parafin secukupnya pada cetakan dan letakkan jaringan pada dasar cetakan sesuai dengan keinginan saat jaringan diiris. Hindarkan terbentuknya gelembung udara (air bubble). Berilah label identitas jaringan.

Gambar :  Beragam cetakan blok parafin. Cetakan berbahan logam (kiri) dan plastik (kanan).


Mengiris Blok Parafin

Sectioning adalah pengirisan blok parafin dengan mikrotom. Untuk merekatkan irisan, harus dipersiapkan perekat pada kaca benda. Zat perekat dapat berupa albumin dari putih telur. Perekat ini dibuat dengan menambahkan 50 ml albumin dengan 50 ml gliserin, lalu diaduk dan ditambahkan sedikit timol. Simpan dalam 4 oC (refrigerator). Coated slides dapat dipergunakan segera.

Teknik Pengirisan Dengan Rotary Microtome

  • Atur ketebalan potongan pada mikrotom: + 5 – 10 m
  • Atur jarak preparat yang dipegang oleh holder ke arah pisau sedekat mungkin;
  • Gerakkan rotor (putaran) pada mikrotom secara ritmis dan searah jarum jam, sehingga blok preparat menyentuh pisau dan mengiris blok parafin dengan sempurna;
  • Buang pita-pita parafin awal yang tanpa jaringan;
  • Setelah irisan mengenai jaringan, iris blok parafin secara hati-hati;
  • Pita parafin yang mengandung jaringan yang diinginkan lalu dipindahkan secara hati-hati dengan sengkelit ke atas air di dalam waterbath yang diatur pada suhu 55 oC;
  • goog_1786483867Setelah pita parafin terkembang dengan baik, dengan menggunakan sengkelit tempelkan secara hati-hati pita parafin tersebut ke kaca obyek yang telah disalut (Gambar 3);
Gambar :  Menempelkan pita parafin pada kaca benda


  • Letakkan kaca objek yang berisi pita parafin dibiarkan mengering semalaman dalam suhu kamar (Gambar4);
Gambar 4. Mengeringkan pita parafin pada kaca benda

  • Simpan kaca objek berisi potongan parafin dan jaringan sampai saatnya untuk diwarnai

PEWARNAAN HAEMATOXYILIN DAN EOSIN

Untuk menganalisis struktur jaringan yang telah diiris, preparat harus diwarnai. Pewarnaan rutin yang sering dikerjakan adalah haematoxylin-eosin (HE). Haematoxylin akan mewarnai nukleus sedangkan eosin mewarnai sitoplasma.

Formula Haematoxylin Mayer
Kristal haematoxylin…………………. 1 gr
Akuades……………………………… 1000 ml
Sodium iodate…………………………… 0,2 gr
Ammonium/potassium alum……. 50 gr
Citric acid…………………………………. 1 gr
Chloralhydrate…………………………. 50 gr

Cara Pembuatan Hematoxylin Mayer
1. Larutkan ammonium/potassium alum di dalam akuades.
2. Tambahkan haematoxylin dan campurkan secara baik.
3. Tambahkan
sodium iodate, citric acid, dan chloralhydrate.
4. Campur dan aduk hingga seluruhnya tercampur dengan baik.
5. Biarkan semalam dan saring dengan kertas saring besoknya.


Formula Eosin
Eosin-alkohol Stock 1%
Eosin y ws…………………………………………………….. 1 gr
Distilled water…………………………………………….. 20 ml
Larutkan dan tambahkan alkohol 95% ……….. 80 ml


Working Eosin Solution
  • Eosin-alkohol stock 1 bagian
  • Alkohol 80% 3 bagian
  • Dibuat sesaat sebelum digunakan dan tambahkan asam asetat glasial 0,5 ml untuk setiap 100 ml larutan dan aduk dengan baik.

Mewarnai Preparat

  • Deparafinisasi dengan xylol (2 x 2 menit);
  • Hidrasi dengan alkohol 100% (2x2 menit) – 95% (2 menit) – 90% (2 menit) – 80% (2 menit) – 70% (2 menit) – air kran (3 menit);
  • Inkubasi dalam larutan haematoxylin Mayer selama beberapa menit;
Gambar 5. Mencelup irisan jaringan pada larutan eosin

  • Cuci dalam air kran mengalir selama 15-20 menit;
  • Observasi di bawah mikroskop, bila masih terlalu biru cuci lagi di air mengalir selama beberapa menit. Bila sudah cukup warnanya, lanjutkan dengan tahap selanjutnya;
  • Counterstaining dengan eosin working solution selama beberapa menit. Lama inkubasi bergantung pada umur eosin dan kedalaman warna yang diinginkan (Gambar 5);
  • Dehidrasi dalam serial alkohol dengan gradasi meningkat perlahan mulai 70% hingga 100% masing-masing selama 2 menit;
  • Inkubasi dalam xylol 2x2 menit.
  • Tutup (mounting) dengan entellan/balsam Kanada dan cover glass (Gambar 6).
  • Beri label pada sajian tersebut dan biarkan hingga entelan mengering (Gambar 7).

Gambar 6. Menutup kaca benda dengan cover glass (bawah). Hasil pewarnaan HE pada kulit tebal
(kiri).



Hasil

  • Nukleus berwarna biru.
  • Sitoplasma berwarna kemerahan dengan adanya beberapa variasi warna pada komponen tertentu.
Gambar 7. Irisan jaringan yang telah
diwarnai dan ditutupi dengan
cover glass diletakkan di atas slide tray hingga entellanTM mengering


Referensi
  1. Animal Ethics Committee of Department of Education and Children’s Services of Government of South Australia. Euthanasia and dissection of animals in schools. 2007. Ahmad Aulia Jusuf.
  2. Ahmad Aulia Jusuf. Histoteknik (Bahan Kuliah). Jakarta. 2006. 
  3. Disbrey, B. D. dan Rack, J. H. Histological laboratory methods. E & S Livings. London. 1970


DONASI VIA DANA ke 085862486502 Bantu berikan donasi jika artikelnya dirasa bermanfaat. Donasi Anda ini akan digunakan untuk memperpanjang domain www.infolabmed.com. Donasi klik Love atau dapat secara langsung via Dana melalui : 085862486502. Terima kasih.

Post a Comment

0 Comments