Fenomena 'Pura-Pura Kerja' di China: Dampak Pengangguran Anak Muda?
Di tengah tantangan ekonomi yang kompleks, sebuah fenomena unik muncul di China: banyak anak muda memilih untuk 'pura-pura kerja'. Praktik ini, yang melibatkan simulasi aktivitas perkantoran meskipun sebenarnya menganggur, mencerminkan perjuangan generasi muda dalam menghadapi tingginya tingkat pengangguran dan tekanan sosial.
Kisah Xiao Ding: Mencari Stabilitas di Tengah Ketidakpastian
Salah satu contoh nyata adalah Xiao Ding, seorang pria berusia 30 tahun. Seperti kebanyakan orang yang bekerja, Xiao Ding memulai harinya dengan berpakaian rapi, membawa barang-barangnya, dan pergi ke perpustakaan umum. Di sana, ia menyalakan laptopnya dan menghabiskan hari seolah-olah sedang bekerja. Padahal, kenyataannya, ia sedang menganggur.
"Saya belum memberi tahu keluarga saya bahwa saya berhenti bekerja," katanya, dikutip dari CNA pada Selasa, 9 September 2025. "Sampai saya menemukan masa depan saya, saya tidak ingin menularkan kecemasan saya kepada mereka." Bagi Xiao, rutinitas ini bukan hanya tentang menutupi kenyataan, tetapi juga tentang menjaga disiplin diri. Setelah hampir delapan tahun berkecimpung di dunia pemasaran teknologi, ia berhenti bekerja pada tahun 2023 dan hingga kini telah menganggur selama 22 bulan.
Xiao menjelaskan bahwa ia memilih untuk berpura-pura bekerja karena dua alasan utama: pertama, untuk menjaga jadwal harian yang teratur; dan kedua, untuk memberikan dirinya tekanan agar terus berusaha mencari pekerjaan. Namun, pencarian kerja ini sangatlah melelahkan. Setelah mengirimkan lebih dari seribu resume, ia hanya mendapatkan empat wawancara, yang semuanya berakhir dengan penolakan.
"Saya mengaitkannya dengan iklim perekrutan (saat ini) yang buruk," kata Xiao. Di titik terendah dalam pencarian kerjanya, ia bahkan menghabiskan waktu berhari-hari di tempat tidur sambil terus-menerus menatap layar ponselnya. "Seluruh tubuh saya sakit karena kebanyakan tidur," katanya. "Saat itulah saya benar-benar mengerti apa arti 'hidup dalam keadaan linglung'. Saya merasa tidak berharga sama sekali bagi masyarakat."
Pemicu: Tingginya Tingkat Pengangguran Anak Muda di China
Fenomena 'pura-pura kerja' ini menjadi semakin umum di Tiongkok, khususnya di kalangan lulusan baru dan dewasa muda yang kesulitan menemukan pekerjaan. Mereka memilih untuk berpura-pura bekerja, pergi ke perpustakaan atau kafe, untuk mempertahankan suasana kerja yang nyaman di tengah kenyataan pahit.
Data menunjukkan bahwa tingkat pengangguran kaum muda di China mencapai level tertinggi dalam 11 bulan pada Juli. Tingkat pengangguran perkotaan untuk kelompok usia 16-24 tahun, tidak termasuk mahasiswa, naik menjadi 17,8 persen. Hal ini terjadi seiring dengan rekor jumlah lulusan yang memasuki pasar kerja.
Mekanisme Koping: Ironi dan Humor dalam Menghadapi Tekanan
Meskipun tampak main-main, tren 'berpura-pura bekerja' ini menutupi kenyataan yang lebih dalam. Bagi generasi yang diajarkan untuk berjuang namun kini menghadapi tantangan, para ahli melihatnya sebagai mekanisme koping yang dibumbui ironi dan humor.
"Layaknya ungkapan 'berbaring telentang', tindakan berpura-pura bekerja mengandung nada mengejek diri sendiri dan kepasrahan yang jenaka," kata Zhan Yang, seorang profesor madya antropologi budaya di Universitas Politeknik Hong Kong (PolyU). "Hal itu tidak hanya mencerminkan kekecewaan tetapi juga keterlibatan yang kreatif, bahkan ironis, dengan ekspektasi masyarakat." Zhan juga menambahkan bahwa hal ini sangat sulit di China, di mana harga diri seseorang masih sangat terkait dengan budaya yang menghargai pekerjaan dan produktivitas.
“Berpura-pura bekerja adalah cara bagi kaum muda untuk mempertahankan rutinitas, identitas, dan rasa memiliki sosial tanpa adanya pekerjaan yang bermakna.”
'Kantor Tiruan': Solusi Kreatif untuk 'Berpura-pura Bekerja'
Beberapa individu bahkan mengambil langkah lebih jauh dengan menyewa meja di 'kantor tiruan', yang dirancang untuk menciptakan kembali suasana kerja, lengkap dengan komputer, meja, ruang rapat, dan akses internet. Ruang-ruang ini semakin populer di kota-kota besar China seperti Shanghai, Shenzhen, dan Chengdu.
Di sebuah kantor yang disinari matahari di pinggiran Hangzhou, terlihat belasan anak muda duduk dengan tenang di meja mereka. Beberapa mengetik dengan intens, yang lain sibuk di depan dasbor di monitor, sementara yang lain berbicara melalui headset.
Konsep 'Berpura-pura Bekerja' ini diwujudkan dalam Perusahaan Tanpa Batas. Dengan biaya mulai dari 30 yuan per hari, tempat ini menawarkan 'karyawan' kesempatan untuk mensimulasikan pengalaman berkantor, lengkap dengan penyewaan meja, jam masuk pukul 9 pagi, dan bahkan kemungkinan mengenakan lencana perusahaan.
Bisnis ini didirikan oleh Chen Yingjian, seorang wirausahawan lokal yang bertujuan menyediakan ruang aman dan fungsional bagi kaum muda yang sedang mencari pekerjaan. Ide ini muncul pada bulan Juli, setelah putra seorang teman yang menganggur meminta simulasi wawancara kerja di kantornya. Dalam waktu kurang dari sebulan, Chen telah menerima ribuan pertanyaan dan menyaring pelamar, menerima mereka yang memiliki rencana konkret dan menolak mereka yang dianggap tidak serius. Di ruang ini, ada beberapa aturan: dilarang tidur, bermain game, dan membuat kebisingan.
Kesimpulan: Refleksi terhadap Tantangan Ekonomi dan Sosial
Fenomena 'pura-pura kerja' di China mencerminkan kompleksitas tantangan ekonomi dan sosial yang dihadapi generasi muda. Di satu sisi, ini adalah upaya untuk menjaga stabilitas mental dan rutinitas. Di sisi lain, ini adalah manifestasi dari keputusasaan dan tekanan dalam mencari pekerjaan di pasar kerja yang kompetitif.
Munculnya 'kantor tiruan' menunjukkan inovasi dalam menghadapi tantangan ini. Namun, solusi jangka panjang memerlukan upaya yang lebih luas, termasuk kebijakan untuk menciptakan lebih banyak peluang kerja, serta perubahan dalam ekspektasi sosial terhadap pekerjaan dan produktivitas.
Post a Comment